Cerita Bokep Bekas Muridku Korban Nafsu Liarku
– Namaku Asmiati, tinggi 160 sentimeter, berat 56 kilogram, lingkar
pinggang 65 sentimeter. Secara keseluruhan, sosokku kencang, garis
tubuhku tampak bila mengenakan pakaian yang ketat terutama pakaian
senam. Aku adalah Ibu dari dua anak berusia 44 tahun dan bekerja sebagai
seorang guru disebuah SLTA di kota S.
.jpg)
Kata
orang tahi lalat di daguku seperti Berliana Febriyanti, dan bentuk
tubuhku mirip Minati Atmanegara yang tetap kencang di usia yang semakin
menua. Mungkin mereka ada benarnya, tetapi aku memiliki payudara yang
lebih besar sehingga terlihat lebih menggairahkan dibanding artis yang
kedua. Semua karunia itu kudapat dengan olahraga yang teratur.
Kira2
6 tahun yang lalu saat umurku masih 38 tahun salah seorang sehabatku
menitipkan anaknya yang ingin kuliah di tempatku, karena ia teman baikku
dan suamiku tidak keberatan akhirnya aku menyetujuinya. Nama pemuda itu
Sandi, kulitnya kuning langsat dengan tinggi 173 cm. Badannya kurus
kekar karena Sandi seorang atlit karate di tempatnya. Oh ya, Sandi ini
pernah menjadi muridku saat aku masih menjadi guru SD.
Sandi sangat
sopan dan tau diri. Dia banyak membantu pekerjaan rumah dan sering
menemani atau mengantar kedua anakku jika ingin bepergian. Dalam waktu
sebulan saja dia sudah menyatu dengan keluargaku, bahkan suamiku sering
mengajaknya main tenis bersama.
Aku juga menjadi terbiasa dengan
kehadirannya, awalnya aku sangat menjaga penampilanku bila di depannya.
Aku tidak malu lagi mengenakan baju kaos ketat yang bagian dadanya agak
rendah, lagi pula Sandi memperlihatkan sikap yang wajar jika aku
mengenakan pakaian yang agak menonjolkan keindahan garis tubuhku.
Sekitar 3 bulan setelah kedatangannya, suamiku mendapat tugas sekolah
S-2 keluar negeri selama 2, 5 tahun. Aku sangat berat melepasnya, karena
aku bingung bagaimana menyalurkan kebutuhan seksku yang masih
menggebu-gebu.
Walau usiaku sudah tidak muda lagi, tapi aku rutin
melakukannya dengan suamiku, paling tidak seminggu 5 kali. Mungkin itu
karena olahraga yang selalu aku jalankan, sehingga hasrat tubuhku masih
seperti anak muda. Dan kini dengan kepergiannya otomatis aku harus
menahan diri.
Awalnya biasa saja, tapi setelah 2 bulan kesepian yang
amat sangat menyerangku. Itu membuat aku menjadi uring-uringan dan
menjadi malas-malasan. Seperti minggu pagi itu, walau jam telah
menunjukkan angka 9. Karena kemarin kedua anakku minta diantar bermalam
di rumah nenek mereka, sehingga hari ini aku ingin tidur sepuas-puasnya.
Setelah makan, aku lalu tidur-tiduran di sofa di depan TV. Tak lama
terdengar suara pintu dIbuka dari kamar Sandi.
Kudengar suara langkahnya mendekatiku.
“Bu Asmi..?” Suaranya berbisik, aku diam saja. Kupejamkan mataku makin
erat. Setelah beberapa saat lengang, tiba-tiba aku tercekat ketika
merasakan sesuatu di pahaku. Kuintip melalui sudut mataku, ternyata
Sandi sudah berdiri di samping ranjangku, dan matanya sedang tertuju
menatap tubuhku, tangannya memegang bagian bawah gaunku, aku lupa kalau
aku sedang mengenakan baju tidur yang tipis, apa lagi tidur telentang
pula. Hatiku menjadi berdebar-debar tak karuan, aku terus berpura-pura
tertidur.
“Bu Asmi..?” Suara Sandi terdengar keras, kukira dia ingin memastikan apakah tidurku benar-benar nyeyak atau tidak.
Aku memutuskan untuk pura-pura tidur. Kurasakan gaun tidurku tersingkap semua sampai keleher.
Lalu kurasakan Sandi mengelus bibirku, jantungku seperti melompat, aku
mencoba tetap tenang agar pemuda itu tidak curiga. Kurasakan lagi tangan
itu mengelus-elus ketiakku, karena tanganku masuk ke dalam bantal
otomatis ketiakku terlihat. Kuintip lagi, wajah pemuda itu dekat sekali
dengan wajahku, tapi aku yakin ia belum tahu kalau aku pura-pura
tertidur kuatur napas selembut mungkin.
Lalu kurasakan tangannya
menelusuri leherku, bulu kudukku meremang geli, aku mencoba bertahan,
aku ingin tahu apa yang ingin dilakukannya terhadap tubuhku. Tak lama
kemuadian aku merasakan tangannya meraba buah dadaku yang masih tertutup
BH berwarna hitam, mula-mula ia cuma mengelus-elus, aku tetap diam
sambil menikmati elusannya, lalu aku merasakan buah dadaku mulai
diremas-remas, aku merasakan seperti ada sesuatu yang sedang bergejolak
di dalam tubuhku, aku sudah lama merindukan sentuhan laki-laki dan
kekasaran seorang pria. Aku memutuskan tetap diam sampai saatnya tiba.
Sekarang tangan Sandi sedang berusaha membuka kancing BH-ku dari depan,
tak lama kemudian kurasakan tangan dingin pemuda itu meremas dan
memilin puting susuku. Aku ingin merintih nikmat tapi nanti amalah
membuatnya takut, jadi kurasakan remasannya dalam diam.
Kurasakan
tangannya gemetar saat memencet puting susuku, kulirik pelan, kulihat
Sandi mendekatkan wajahnya ke arah buah dadaku. Lalu ia menjilat-jilat
puting susuku, tubuhku ingin menggeliat merasakan kenikmatan isapannya,
aku terus bertahan. Kulirik puting susuku yang berwarna merah tua sudah
mengkilat oleh air liurnya, mulutnya terus menyedot puting susuku
disertai gigitan-gigitan kecil. Perasaanku campur aduk tidak karuan,
nikmat sekali.
Tangan kanan Sandi mulai menelusuri selangkanganku,
lalu kurasakan jarinya meraba vaginaku yang masih tertutup CD, aku tak
tahu apakah vaginaku sudah basah apa belum. Yang jelas jari-jari Sandi
menekan-nekan lubang vaginaku dari luar CD, lalu kurasakan tangannya
menyusup masuk ke dalam CD-ku.
Jantungku berdetak keras sekali,
kurasakan kenikmatan menjalari tubuhku. Jari-jari Sandi mencoba memasuki
lubang vaginaku, lalu kurasakan jarinya amblas masuk ke dalam, wah
nikmat sekali. Aku harus mengakhiri Sandiwaraku, aku sudah tak tahan
lagi, kubuka mataku sambil menyentakkan tubuhku.
“Sandi!! Ngapain kamu?”
Aku berusaha bangun duduk, tapi tangan Sandi menekan pundakku dengan
keras. Tiba-tiba Sandi mecium mulutku secepat kilat, aku berusaha
memberontak dengan mengerahkan seluruh tenagaku. Tapi Sandi makin keras
menekan pundakku, malah sekarang pemuda itu menindih tubuhku, aku
kesulitan bernapas ditindih tubuhnya yang besar dan kekar berotot.
Kurasakan mulutnya kembali melumat mulutku, lidahnya masuk ke dalam
mulutku, tapi aku pura-pura menolak.
“Bu.., maafkan saya. Sudah lama
saya ingin merasakan ini, maafkan saya Bu… ” Sandi melepaskan ciumannya
lalu memandangku dengan pandangan meminta.
“Kamu kan bisa denagan teman-teman kamu yang masih muda. Ibukan sudah tua,” Ujarku lembut.
“Tapi saya sudah tergila-gila dengan Bu Asmi.. Saat SD saya sering
mengintip BH yang Ibu gunakan… Saya akan memuaskan Ibu sepuas-puasnya,”
jawab Sandi.
“Ah kamu… Ya sudah terserah kamu sajalah”
Aku pura-pura menghela napas panjang, padahal tubuhku sudah tidak tahan ingin dijamah olehnya.
Lalu Sandi melumat bibirku dan pelan-pelan aku meladeni permainan
lidahnya. Kedua tangannya meremas-remas pantatku. Untuk membuatnya
semakin membara, aku minta izin ke WC yang ada di dalam kamar tidurku.
Di dalam kamar mandi, kubuka semua pakaian yang ada di tubuhku,
kupandangi badanku di cermin.
Benarkah pemuda seperti Sandi
terangsang melihat tubuhku ini? Perduli amat yang penting aku ingin
merasakan bagaimana sich bercinta dengan remaja yang masih panas.
Keluar dari kamar mandi, Sandi persis masuk kamar. Matanya terbeliak
melihat tubuh sintalku yang tidak berpenutup sehelai benangpun.
“Body Ibu bagus banget.. ” dia memuji sembari mengecup putting susuku
yang sudah mengeras sedari tadi. Tubuhku disandarkannya di tembok depan
kamar mandi. Lalu diciuminya sekujur tubuhku, mulai dari pipi, kedua
telinga, leher, hingga ke dadaku. Sepasang payudara montokku habis
diremas-remas dan diciumi. Putingku setengah digigit-gigit,
digelitik-gelitik dengan ujung lidah, juga dikenyot-kenyot dengan sangat
bernafsu.
“Ibu hebat…,” desisnya.
“Apanya yang hebat..?” Tanyaku sambil mangacak-acak rambut Sandi yang panjang seleher.
“Badan Ibu enggak banyak berubah dibandingkan saya SD dulu” Katanya sambil terus melumat puting susuku. Nikmat sekali.
“Itu karena Ibu teratur olahraga” jawabku sembari meremas tonjolan
kemaluannya. Dengan bergegas kuloloskan celana hingga celana dalamnya.
Mengerti kemauanku, dia lalu duduk di pinggir ranjang dengan kedua kaki
mengangkang. DIbukanya sendiri baju kaosnya, sementara aku berlutut
meraih batang penisnya, sehingga kini kami sama-sama bugil.
Agak lama aku mencumbu kemaluannya, Sandi minta gantian, dia ingin mengerjai vaginaku.
“Masukin aja yuk, Ibu sudah ingin ngerasain penis kamu San!” Cegahku sambil menciumnya.
Sandi tersenyum lebar. “Sudah enggak sabar ya ?” godanya.
“Kamu juga sudah enggak kuatkan sebenarnya San,” Balasku sambil mencubit perutnya yang berotot.
Sandi tersenyum lalu menarik tubuhku. Kami berpelukan, berciuman rapat
sekali, berguling-guling di atas ranjang. Ternyata Sandi pintar sekali
bercumbu. Birahiku naik semakin tinggi dalam waktu yang sangat singkat.
Terasa vaginaku semakin berdenyut-denyut, lendirku kian membanjir, tidak
sabar menanti terobosan batang kemaluan Sandi yang besar.
Berbeda
dengan suamiku, Sandi nampaknya lebih sabar. Dia tidak segera memasukkan
batang penisnya, melainkan terus menciumi sekujur tubuhku. Terakhir dia
membalikkan tubuhku hingga menelungkup, lalu diciuminya kedua pahaku
bagian belakang, naik ke bongkahan pantatku, terus naik lagi hingga ke
tengkuk. Birahiku menggelegak-gelegak.
Sandi menyelipkan tangan
kirinya ke bawah tubuhku, tubuh kami berimpitan dengan posisi aku
membelakangi Sandi, lalu diremas-remasnya buah dadaku. Lidahnya terus
menjilat-jilat tengkuk, telinga, dan sesekali pipiku. Sementara itu
tangan kanannya mengusap-usap vaginaku dari belakang. Terasa jari
tengahnya menyusup lembut ke dalam liang vaginaku yang basah merekah.
“Vagina Ibu bagus, tebel, pasti enak ‘bercinta’ sama Ibu…,” dia
berbisik persis di telingaku. Suaranya sudah sangat parau, pertanda
birahinya pun sama tingginya dengan aku. Aku tidak bisa bereaksi apapun
lagi. Kubiarkan saja apapun yang dilakukan Sandi, hingga terasa tangan
kanannya bergerak mengangkat sebelah pahaku.
Mataku terpejam rapat,
seakan tak dapat lagi membuka. Terasa nafas Sandi semakin memburu,
sementara ujung lidahnya menggelitiki lubang telingaku. Tangan kirinya
menggenggam dan meremas gemas buah dadaku, sementara yang kanan
mengangkat sebelah pahaku semakin tinggi. Lalu…, terasa sebuah benda
tumpul menyeruak masuk ke liang vaginaku dari arah belakang. Oh, my God,
dia telah memasukkan rudalnya…!!!
Sejenak aku tidak dapat bereaksi
sama sekali, melainkan hanya menggigit bibir kuat-kuat. Kunikmati inci
demi inci batang kemaluan Sandi memasuki liang vaginaku. Terasa penuh,
nikmat luar biasa.
“Oohh…,” sesaat kemudian aku mulai bereaksi tak
karuan. Tubuhku langsung menggerinjal-gerinjal, sementara Sandi mulai
memaju mundurkan tongkat wasiatnya. Mulutku mulai merintih-rintih tak
terkendali.
“Saann, penismu enaaak…!!!,” kataku setengah menjerit.
Sandi tidak menjawab, melainkan terus memaju mundurkan rudalnya.
Gerakannya cepat dan kuat, bahkan cenderung kasar. Tentu saja aku
semakin menjerit-jerit dibuatnya. Batang penisnya yang besar itu seperti
hendak membongkar liang vaginaku sampai ke dasar.
“Oohh…, toloongg.., gustii…!!!”
Sandi malah semakin bersemangat mendengar jerit dan rintihanku. Aku semakin erotis.
“Aahh, penismu…, oohh, aarrghh…, penismuu…, oohh…!!!”
Sandi terus menggecak-gecak. Tenaganya kuat sekali, apalagi dengan
batang penis yang luar biasa keras dan kaku. Walaupun kami bersetubuh
dengan posisi menyamping, nampaknya Sandi sama sekali tidak kesulitan
menyodokkan batang kemaluannya pada vaginaku. Orgasmeku cepat sekali
terasa akan meledak.
“Ibu mau keluar! Ibu mau keluaaar!!” aku menjerit-jerit.
“Yah, yah, yah, aku juga, aku juga! Enak banget ‘bercinta’ sama Ibu!” Sandi menyodok-nyodok semakin kencang.
“Sodok terus, Saann!!!… Yah, ooohhh, yahh, ugghh!!!”
“Teruuss…, arrgghh…, sshh…, ohh…, sodok terus penismuuu…!”
“Oh, ah, uuugghhh… ”
“Enaaak…, penis kamu enak, penis kamu sedap, yahhh, teruuusss…”
Pada detik-detik terakhir, tangan kananku meraih pantat Sandi, kuremas
bongkahan pantatnya, sementara paha kananku mengangkat lurus
tinggi-tinggi. Terasa vaginaku berdenyut-denyut kencang sekali. Aku
orgasme!
Sesaat aku seperti melayang, tidak ingat apa-apa kecuali
nikmat yang tidak terkatakan. Mungkin sudah ada lima tahun aku tak
merasakan kenikmatan seperti ini. Sandi mengecup-ngecup pipi serta daun
telingaku. Sejenak dia membiarkan aku mengatur nafas, sebelum kemudian
dia memintaku menungging. Aku baru sadar bahwa ternyata dia belum
mencapai orgasme.
Kuturuti permintaan Sandi. Dengan agak lunglai
akibat orgasme yang luar biasa, kuatur posisi tubuhku hingga menungging.
Sandi mengikuti gerakanku, batang kemaluannya yang besar dan panjang
itu tetap menancap dalam vaginaku.
Lalu perlahan terasa dia mulai
mengayun pinggulnya. Ternyata dia luar biasa sabar. Dia memaju mundurkan
gerak pinggulnya satu-dua secara teratur, seakan-akan kami baru saja
memulai permainan, padahal tentu perjalanan birahinya sudah cukup tinggi
tadi.
Aku menikmati gerakan maju-mundur penis Sandi dengan diam.
Kepalaku tertunduk, kuatur kembali nafasku. Tidak berapa lama, vaginaku
mulai terasa enak kembali. Kuangkat kepalaku, menoleh ke belakang. Sandi
segera menunduk, dikecupnya pipiku.
“San.. Kamu hebat banget.. Ibu kira tadi kamu sudah hampir keluar,” kataku terus terang.
“Emangnya Ibu suka kalau aku cepet keluar?” jawabnya lembut di telingaku.
Aku tersenyum, kupalingkan mukaku lebih ke belakang. Sandi mengerti,
diciumnya bibirku. Lalu dia menggenjot lebih cepat. Dia seperti
mengetahui bahwa aku mulai keenakan lagi. Maka kugoyang-goyang pinggulku
perlahan, ke kiri dan ke kanan.
Sandi melenguh. Diremasnya kedua
bongkah pantatku, lalu gerakannya jadi lebih kuat dan cepat. Batang
kemaluannya yang luar biasa keras menghunjam-hunjam vaginaku. Aku mulai
mengerang-erang lagi.
“Oorrgghh…, aahh…, ennaak…, penismu enak bangeett… Ssann!!”
Sandi tidak bersuara, melainkan menggecak-gecak semakin kuat. Tubuhku
sampai terguncang-guncang. Aku menjerit-jerit. Cepat sekali, birahiku
merambat naik semakin tinggi. Kurasakan Sandi pun kali ini segera akan
mencapai klimaks.
Maka kuimbangi gerakannya dengan menggoyangkan
pinggulku cepat-cepat. Kuputar-putar pantatku, sesekali kumajumundurkan
berlawanan dengan gerakan Sandi. Pemuda itu mulai mengerang-erang
pertanda dia pun segera akan orgasme.
Tiba-tiba Sandi menyuruhku
berbalik. Dicabutnya penisnya dari kemaluanku. Aku berbalik cepat. Lalu
kukangkangkan kedua kakiku dengan setengah mengangkatnya. Sandi langsung
menyodokkan kedua dengkulnya hingga merapat pada pahaku. Kedua kakiku
menekuk mengangkang. Sandi memegang kedua kakiku di bawah lutut, lalu
batang penisnya yang keras menghunjam mulut vaginaku yang menganga.
“Aarrgghhh…!!!” aku menjerit.
“Aku hampir keluar!” Sandi bergumam. Gerakannya langsung cepat dan
kuat. Aku tidak bisa bergoyang dalam posisi seperti itu, maka aku pasrah
saja, menikmati gecakan-gecakan keras batang kemaluan Sandi. Kedua
tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat.
“Terus, Sayang…, teruuusss…!”desahku.
“Ooohhh, enak sekali…, aku keenakan…, enak ‘bercinta’ sama Ibu!” Erang Sandi
“Ibu juga, Ibu juga, vagina Ibu keenakaan…!” Balasku.
“Aku sudah hampir keluar, Buu…, vagina Ibu enak bangeet… ”
“Ibu juga mau keluar lagi, tahan dulu! Teruss…, yaah, aku juga mau keluarr!”
“Ah, oh, uughhh, aku enggak tahan, aku enggak tahan, aku mau keluaaar…!”
“Yaahh teruuss, sodok teruss!!! Ibu enak enak, Ibu enak, Saann…, aku
mau keluar, aku mau keluar, vaginaku keenakan, aku keenakan ‘bercinta’
sama kamu…, yaahh…, teruss…, aarrgghh…, ssshhh…, uughhh…, aarrrghh!!!”
Tubuhku mengejang sesaat sementara otot vaginaku terasa
berdenyut-denyut kencang. Aku menjerit panjang, tak kuasa menahan
nikmatnya orgasme. Pada saat bersamaan, Sandi menekan kuat-kuat,
menghunjamkan batang kemaluannya dalam-dalam di liang vaginaku.
“Oohhh…!!!” dia pun menjerit, sementara terasa kemaluannya
menyembur-nyemburkan cairan mani di dalam vaginaku. Nikmatnya tak
terkatakan, indah sekali mencapai orgasme dalam waktu persis bersamaan
seperti itu.
Lalu tubuh kami sama-sama melunglai, tetapi kemaluan
kami masih terus bertautan. Sandi memelukku mesra sekali. Sejenak kami
sama-sama sIbuk mengatur nafas.
“Enak banget,” bisik Sandi beberapa saat kemudian.
“Hmmm…” Aku menggeliat manja. Terasa batang kemaluan Sandi bergerak-gerak di dalam vaginaku.
“Vagina Ibu enak banget, bisa nyedot-nyedot gitu…”
“Apalagi penis kamu…, gede, keras, dalemmm…”
Sandi bergerak menciumi aku lagi. Kali ini diangkatnya tangan kananku,
lalu kepalanya menyusup mencium ketiakku. Aku mengikik kegelian. Sandi
menjilati keringat yang membasahi ketiakku. Geli, tapi enak. Apalagi
kemudian lidahnya terus menjulur-julur menjilati buah dadaku.
Sandi
lalu menetek seperti bayi. Aku mengikik lagi. Putingku dihisap, dijilat,
digigit-gigit kecil. Kujambaki rambut Sandi karena kelakuannya itu
membuat birahiku mulai menyentak-nyentak lagi. Sandi mengangkat wajahnya
sedikit, tersenyum tipis, lalu berkata,
“Aku bisa enggak puas-puas ‘bercinta’ sama Ibu… Ibu juga suka kan?”
Aku tersenyum saja, dan itu sudah cukup bagi Sandi sebagai jawaban.
Alhasil, seharian itu kami bersetubuh lagi. Setelah break sejenak di
sore hari malamnya Sandi kembali meminta jatah dariku. Sedikitnya malam
itu ada 3 ronde tambahan yang kami mainkan dengan entah berapa kali aku
mencapai orgasme. Yang jelas, keesokan paginya tubuhku benar-benar
lunglai, lemas tak bertenaga.
Hampir tidak tidur sama sekali, tapi
aku tetap pergi ke sekolah. Di sekolah rasanya aku kuyu sekali.
Teman-teman banyak yang mengira aku sakit, padahal aku justru sedang
happy, sehabis bersetubuh sehari semalam dengan bekas muridku yang
perkasa.
Sudah seminggu Sandi menjadi” suami”ku. Dan jujur saja aku
sangat menikmati kehidupan malamku selama seminggu ini. Sandi
benar-benar pemuda yang sangat perkasa, selama seminggu ini liang
vaginaku selalu disiramnya dengan sperma segar. Dan entah berapa kali
aku menahan jeritan karena kenikmatan luar biasa yang ia berikan.
Walaupun malam sudah puas menjilat, menghisap, dan mencium sepasang
payudaraku. Sandi selalu meremasnya lagi jika ingin berangkat kuliah
saat pagi hari, katanya sich buat menambah semangat. Aku tak mau
melarang karena aku juga menikmati semua perbuatannya itu, walau
akibatnya aku harus merapikann bajuku lagi.
Malam itu sekitar jam
setengah 10-an. Setelah menidurkan anakku yang paling bungsu, aku pergi
kekamar mandi untuk berganti baju. Sandi meminta aku mengenakan pakaian
yang biasa aku pergunakan ke sekolah. Setelah selesai berganti pakaian
aku lantas keluar dan berdiri duduk di depan meja rias. Lalu berdandan
seperti yang biasa aku lakukan jika ingin berangkat mengajar kesekolah.
Tak lama kudengar suara ketukan, hatiku langsung bersorak gembira tak
sabar menanti permainan apa lagi yang akan dilakukan Sandi padaku.
“Masuk.. Nggak dikunci,” panggilku dengan suara halus.
Lalu Sandi masuk dengan menggunakan T-shirt ketat dan celana putih sependek paha.
“Malam ibu… Sudah siap..?” Godanya sambil medekatiku.
“Sudah sayang…” Jawabku sambil berdiri.
Tapi Sandi menahan pundakku lalu memintaku untuk duduk kembali sembil
menghadap kecermin meja rias. Lalu ia berbisik ketelingaku dengan suara
yang halus.
“Bu.. Ibu mau tahu nggak dari mana biasanya saya mengintip ibu?”
“Memangnya lewat mana..?” Tanyaku sambil membalikkan setengah badan.
Dengan lembut ia menyentuh daguku dan mengarahkan wajahku kemeja rias. Lalu sambil mengecup leherku Sandi berucap.
“Dari sini bu..” Bisiknya.
Dari cermin aku melihat disela-sela kerah baju yang kukenakan agak
terbuka sehingga samar-samar terlihat tali BHku yang berwarna hitam.
Pantas jika sedang mengajar di depan kelas atau mengobrol dengan
guru-guru pria disekolah, terkadang aku merasa pandangan mereka sedang
menelanjangi aku. Rupanya pemandangan ini yang mereka saksikan saat itu.
Tapi toh mereka cuma bisa melihat, membayangkan dan ingin menyentuhnya
pikirku. Lalu tangan kanan Sandi masuk kecelah itu dan mengelus
pundakku. Sementara tangan kirinya pelan-pelan membuka kancing bajuku
satu persatu. Setelah terbuka semua Sandi lalu membuka bajuku tanpa
melepasnya. Lalu ia meraih kedua payudaraku yang masih tertutup BH.
“Inilah yang membuat saya selalu mengingat ibu sampai sekarang,”
Bisiknya ditelingaku sambil meremas kedua susuku yang masih kencang ini.
Lalu tangan Sandi menggapai daguku dan segera menempelkan bibir
hangatnya padaku dengan penuh kasih dan emosinya. Aku tidak tinggal diam
dan segera menyambut sapuan lidah Sandi dan menyedotnya dengan keras
air liur Sandi, kulilitkan lidahku menyambut lidah Sandi dengan penuh
getaran birahi. Kemudian tangannya yang keras mengangkat tubuhku dan
membaringkannya ditengah ranjang.
Ia lalu memandang tubuh depanku yang terbuka, dari cermin aku bisa melihat BH hitam yang transparan dengan “push up bra style”.
Sehingga memberikan kesan payudaraku hampir tumpah meluap keluar lebih
sepertiganya. Untuk lebih membuat Sandi lebih panas, aku lalu
mengelus-elus payudaraku yang sebelah kiri yang masih dibalut bra,
sementara tangan kiriku membelai pussy yang menyembul mendesak CDku,
karena saat itu aku mengenakan celana “mini high cut style”.
Sandi
tampak terpesona melihat tingkahku, lalu ia menghampiriku dan menyambar
bibirku yang lembut dan hangat dan langsung melumatnya. Sementara tangan
kanan Sandi mendarat disembulan payudara sebelah kananku yang segar,
dielusnya lembut, diselusupkan tangannya dalam bra yang hanya 2/3
menutupi payudaraku dan dikeluarkannya buah dadaku.
Ditekan dan
dicarinya puting susuku, lalu Sandi memilinnya secara halus dan
menariknya perlahan. Perlakuannya itu membuatku melepas ciuman sandi dan
mendesah, mendesis, menghempaskan kepalaku kekiri dan kekanan.
Selepas tautan dengan bibir hangatku, Sandi lalu menyapu dagu dan leherku, sehingga aku meracau menerima dera kenikmatan itu.
“Saan… Saann… Kenapa kamu yang memberikan kenikmatan ini..”
Sandi lalu menghentikan kegiatan mulutnya. Tangannya segera membuka
kaitan bra yang ada di depan, dengan sekali pijitan jari telunjuk dan
ibu jari sebelah kanan Sandi, Segera dua buah gunung kembarku yang masih
kencang dan terawat menyembul keluar menikmati kebebasan alam yang
indah.
Lalu Sandi menempelkan bibir hangatnya pada buah dadaku
sebelah kanan, disapu dan dijilatnya sembulan daging segar itu. Secepat
itu pula merambatlah lidahnya pada puting coklat muda keras, segar
menentang ke atas. Sandi mengulum putingku dengan buas, sesekali digigit
halus dan ditariknya dengan gigi.
Aku hanya bisa mengerang dan
mengeluh, sambil mengangkat badanku seraya melepaskan baju dan rok
kerjaku beserta bra warna hitam yang telah dibuka Sandi dan kulemparkan
kekursi rias. Dengan giat penuh nafsu Sandi menyedot buah dadaku yang
sebelah kiri, tangan kanannya meraba dan menjalar kebawah sampai dia
menyentuh CDku dan berhenti digundukan nikmat yang penuh menentang segar
ke atas.
Lalu Sandi merabanya ke arah vertikal, dari atas kebawah.
Melihat CDku yang sudah basah lembab, ia langsung menurukannya
mendororng dengan kaki kiri dan langsung membuangnya sampai jatuh ke
karpet.
Adapun tangan kanan itu segera mengelus dan memberikan
sentuhan rangsangan pada memekku, yang dibagian atasnya ditumbuhi bulu
halus terawat adapun dibagian belahan vagina dan dibagian bawahnya
bersih dan mulus tiada berambut. Rangsangan Sandi semakin tajam dan
hebat sehingga aku meracau.
“Saaan.. Sentuh ibu sayang, .. Saann buat.. Ibu terbaang.. Pleaase.”
Sandi segera membuka gundukan tebal vagina milikku lalu mulutnya segera
menjulur kebawah dan lidahnya menjulur masuk untuk menyentuh lebih
dalam lagi mencari kloritasku yang semakin membesar dan mengeras. Dia
menekan dengan penuh nafsu dan lidahnya bergerak liar ke atas dan
kebawah.
Aku menggelinjang dan teriak tak tahan menahan orgasme yang
akan semakin mendesak mencuat bagaikan merapi yang ingin memuntahkan
isi buminya. Dengan terengah-engah kudorong pantatku naik, seraya
tanganku memegang kepala Sandi dan menekannya kebawah sambil mengerang.
“Ssaann.. Aarghh..”
Aku tak kuasa menahannya lagi hingga menjerit saat menerima ledakan
orgasme yang pertama, magma pun meluap menyemprot ke atas hidung Sandi
yang mancung.
“Saan.. Ibu keluaa.. aar.. Sann..” Memekku berdenyut kencang dan mengejanglah tubuhku sambil tetap meracau.
“Saan.. Kamu jago sekali memainkan lidahmu dalam memekku sayang.. Cium ibu sayang.”
Sandi segera bangkit mendekap erat diatas dadaku yang dalam keadaan
oleng menyambut getaran orgasme. Ia lalu mencium mulutku dengan kuatnya
dan aku menyambutnya dengan tautan garang, kuserap lidah Sandi dalam
rongga mulutku yang indah.
Tubuhku tergolek tak berdaya sesaat,
Sandipun mencumbuku dengan mesra sambil tangannya mengelus-elus seluruh
tubuhku yang halus, seraya memberikan kecupan hangat didahi, pipi dan
mataku yang terpejam dengan penuh cinta. Dibiarkannya aku menikmati
sisa-sisa kenikmatan orgasme yang hebat. Juga memberi kesempatan
menurunnya nafsu yang kurasakan.
Setelah merasa aku cukup
beristirahat Sandi mulai menyentuh dan membelaiku lagi. Aku segera
bangkit dan medorong belahan badan Sandi yang berada diatasku.
Kudekatkan kepalaku kewajahnya lalu kucium dan kujilati pipinya,
kemudian menjalar kekupingnya.
Kumasukkan lidahku ke dalam lubang
telinga Sandi, sehingga ia meronta menahan gairahnya. Jilatanku makin
turun kebawah sampai keputing susu kiri Sandi yang berambut, Kubelai
dada Sandi yang bidang berotot sedang tangan kananku memainkan puting
yang sebelah kiri. Mengelinjang Sandi mendapat sentuhan yang menyengat
dititik rawannya yang merambat gairahnya itu, sandipun mengerang dan
mendesah.
Kegiatanku semakin memanas dengan menurunkan sapuan lidah
sambil tanganku merambat keperut. Lalu kumainkan lubang pusar Sandi
ditekan kebawah dfan kesamping terus kulepaskan dan kubelai perut bawah
Sandi sampai akhirnya kekemaluan Sandi yang sudah membesar dan mengeras.
Kuelus lembut dengan jemari lentikku batang kemaluan Sandi yang
menentang ke atas, berwarna kemerahan kontras dengan kulit sandi yang
putih kepalanya pun telah berbening air birahi.
Melihat keadaan yang
sudah menggairahkan tersebut aku menjadi tak sabar dan segera
kutempelkan bibir hangatku kekepala kontol Sandi dengan penuh gelor
nafsu, kusapu kepala kontol dengan cermat, kuhisap lubang air seninya
sehingga membuat Sandi memutar kepalanya kekiri dan kekanan,
mendongkak-dongkakkan kepalanya menahan keikmatan yang sangat tiada
tara, adapun tangannya menjambak kepalaku.
“Buuu.. Dera nikmat darimu tak tertahankan.. Kuingin memilikimu seutuhnya,” Sandi mengerang.
Aku tidak menjawabnya, hanya lirikan mataku sambil mengedipkannya satu
ke arah Sandi yang sedang kelejotan. Sukmanya sedang terbang melayang
kealam raya oleh hembusan cinta birahi yang tinggi. Adapun tanganku
memijit dan mengocoknya dengan ritme yang pelan dan semakin cepat,
sementara lidahku menjilati seluruh permukaan kepala kontol tersebut.
Termasuk dibagian urat yang sensitif bagian atas sambil kupijat-pijat
dengan penuh nafsu birahi.
Sadar
akan keadaan Sandi yang semakin mendaki puncak kenikmatan dan akupun
sendiri telah terangsang. Denyutan memekku telah mempengaruhi deburan
darah tubuhku, kulepaskan kumulan kontol Sandi dan segera kuposisikan
tubuhku diatas tubuh Sandi menghadap kekakinya.
Dan kumasukkan
kontol Sandi yang keras dan menengang ke dalam relung nikmatku. Segera
kuputar memompanya naik turun sambil menekan dan memijat dengan otot
vagina sekuat tenaga. Ritme gerakanpun kutambah sampai kecepatan
maksimal.
Sandi berteriak, sementara aku pun terfokus menikmati dera
kenikmatan gesekan kontol sandi yang menggesek G-spotku berulang kali
sehingga menimbulkan dera kenikmatan yang indah sekali. Tangan Sandipun
tak tinggal diam diremasnya pantatku yang bulat montok indah, dan
dielus-elusnya anusku, sambil menikmati dera goyanganku pada kontolnya.
Dan akhirnya kami berdua berteriak.
“Buu Dennook.. Aku tak kuat lagi.. Berikan kenikmatan lebih lagi bu.. Denyutan diujung kontolku sudah tak tertahankan”
“Ibu pandai… Ibu liaarr… Ibu membuatku melayang.. Aku mau keluarr” .
Lalu Sandi memintaku untuk memutar badan manghadap pada dirinya dan
dibalikkannya tubuhku sehingga. Sekarang aku berada dibawah tubuhnya
bersandarkan bantal tinggi, lalu Sandi menaikkan kedua kakiku kebahunya
kemudian ia bersimpuh di depan memekku. Sambil mengayun dan memompa
kontolnya dengan yang cepat dan kuat. Aku bisa melihat bagaimana wajah
Sandi yang tak tahan lagi akan denyutan diujung kontol yang semakin
mendesak seakan mau meledak.
“Buu… Pleaass.. See.. Aku akaan meleedaaakkh!”
“Tungguu Saan.. Orgasmeku juga mauu.. Datang ssayaang.. Kita sama-sama yaa..”
Akhirnya… Cret.. Cret.. Cret tak tertahankan lagi bendungan Sandi jebol
memuntahkan spermanya di vaginaku. Secara bersamaan akupun mendengus
dan meneriakkan erangan kenikmatan.
Segera kusambar bibir sandi,
kukulum dengan hangat dan kusodorkan lidahku ke dalam rongga mulut
Sandi. Kudekap badan Sandi yang sama mengejang, basah badan Sandi dengan
peluh menyatu dengan peluhku. Lalu ia terkulai didadaku sambil
menikmati denyut vaginaku yang kencang menyambut orgasme yang nikmat
yang selama ini kurindukan.
Lalu Sandi membelai rambutku dengan penuh kasih sayang kemudian mengecup keningku.
“Buu.. Thank you, i love you so much.. Terus berikan kenikmatan seperti ini untukku ya..” Bisiknya lembut.