Cerita Dewasa | Pacar-ku dan Adik-adiknya
- Cerita ini berawal ketika aku pacaran dengan Dian. Dian adalah
seorang gadis mungil dengan tubuh yang seksi dan dibalut oleh kulit yang
putih mulus. Walaupun payudaranya tidak terlalu besar, ya… kira-kira
berukuran 34 lah. Selama pacaran, kami belum pernah berhubungan badan.
Hanya saja kalau nafsu sudah tidak bisa ditahan, biasanya kami melakukan
oral seks.
Dian
memiliki dua orang adik perempuan yang cantik. Adiknya yang pertama,
namanya Elsa, juga mempunyai kulit yang putih mulus. Namun payudaranya
jauh lebih besar daripada kakaknya. Menurut kakaknya, ukurannya 36B.
Inilah yang selalu menjadi perhatianku kalau aku sedang ngapel ke rumah
Dian. Payudaranya yang berayun-ayun kalau sedang berjalan, membuat
penisku berdiri tegak karena membayangkan betapa enaknya memegang
payudaranya.
Sedangkan adiknya yang kedua masih kelas 2 SMP.
Namanya Agnes. Tidak seperti kedua kakaknya, kulitnya berwarna sawo
matang. Tubuhnya semampai seperti seorang model cat walk. Payudaranya
baru tumbuh. Sehingga kalau memakai baju yang ketat, hanya terlihat
tonjolan kecil dengan puting yang mencuat. Walaupun begitu,
gerak-geriknya sangat sensual.
Pada suatu hari, saat di rumah Dian
sedang tidak ada orang, aku datang ke rumahnya. Wah, pikiranku langsung
terbang ke mana-mana. Apalagi Dian mengenakan daster dengan potongan
dada yang rendah berwarna hijau muda sehingga terlihat kontras dengan
kulitnya. Kebetulan saat itu aku membawa VCD yang baru saja kubeli.
Maksudku ingin kutonton berdua dengan Dian. Baru saja hendak kupencet
tombol play, tiba-tiba Dian menyodorkan sebuah VCD porno.
“Hei, dapat darimana sayang?” tanyaku sedikit terkejut.
“Dari teman. Tadi dia titip ke Dian karena takut ketahuan ibunya”, katanya sambil duduk di pangkuanku.
“Nonton ini aja ya sayang. Dian kan belum pernah nonton yang kayak gini, ya?” pintanya sedikit memaksa.
“Oke, terserah kamu”, jawabku sambil menyalakan TV.
Beberapa
menit kemudian, kami terpaku pada adegan panas demi adegan panas yang
ditampilkan. Tanpa terasa penisku mengeras. Menusuk-nusuk pantat Dian
yang duduk di pangkuanku. Dian pun memandang ke arahku sambil tersenyum.
Rupanya dia juga merasakan.
“Ehm, kamu udah terangsang ya sayang?” tanyanya sambil mendesah dan kemudian mengulum telingaku.
Aku
hanya bisa tersenyum kegelian. Lalu tanpa basa-basi kuraih bibirnya
yang merah dan langsung kucium, kujilat dengan penuh nafsu. Jari-jemari
Dian yang mungil mengelus-elus penisku yang semakin mengeras. Lalu
beberapa saat kemudian, tanpa kami sadari ternyata kami sudah telanjang
bulat. Segera saja Dian kugendong menuju kamarnya. Di kamarnya yang
nyaman kami mulai melakukan foreplay. Kuremas payudaranya yang kiri.
Sedangkan yang kanan kukulum putingnya yang mengeras. Kurasakan
payudaranya semakin mengeras dan kenyal.
Kuganti posisi. Sekarang lidahku liar menjilati vaginanya yang basah. Kuraih klitorisnya, dan kugigit dengan lembut.
“Aahh… ahh… sa.. sayang, Dian udah nggak kuat… emh… ahh… Dian udah mau keluar… aackh… ahh… ahh!”
Kurasakan ada cairan hangat yang membasahi mukaku. Setelah itu,
kudekatkan penisku ke arah mulutnya. Tangan Dian meremas batangku sambil
mengocoknya dengan perlahan, sedangkan lidahnya memainkan buah pelirku
sambil sesekali mengulumnya. Setelah puas bermain dengan buah pelirku,
Dian mulai memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Mulutnya yang mungil
tidak muat saat penisku masuk seluruhnya. Tapi kuakui sedotannya memang
nikmat sekali.
Sambil terus mengulum dan mengocok batang penisku,
Dian memainkan puting susuku. Sehingga membuatku hampir ejakulasi di
mulutnya. Untung masih dapat kutahan. Aku tidak mau keluar dulu sebelum
merasakan penisku masuk ke dalam vaginanya yang masih perawan itu.
Saat
sedang hot-hotnya, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Aku dan Dian terkejut
bukan main. Ternyata yang datang adalah kedua adiknya. Keduanya spontan
berteriak kaget.
“Kak Dian, apa-apan sih? Gimana kalau ketahuan Mama?” teriak Agnes.
Sedangkan Elsa hanya menunduk malu.
Aku
dan Dian saling berpandangan. Kemudian aku bergerak mendekati Agnes.
Melihatku yang telanjang bulat dengan penis yang berdiri tegak, membuat
Agnes berteriak tertahan sambil menutup matanya.
“Iih… Kakak!” jeritnya. “Itunya berdiri!” katanya lagi sambil menunjuk penisku.
Aku hanya tersenyum melihat tingkah lakunya. Setelah dekat, kurangkul dia sambil berkata,
“Agnes, Kakak sama Kak Dian kan nggak ngapa-ngapain. Kita kan lagi
pacaran. Yang namanya orang pacaran ya… kayak begini ini. Nanti kalo
Agnes dapet pacar, pasti ngelakuin yang kayak begini juga. Agnes udah
bisa apa belum?” tanyaku sambil mengelus pipinya yang halus.
Agnes menggeleng perlahan.
“Mau nggak Kakak ajarin?” tanyaku lagi.
Kali ini sambil meremas pantatnya yang padat.
“Mmh, Agnes malu ah Kak”, desahnya.
“Kenapa musti malu? Agnes suka nggak sama Kakak?” kataku sambil menciumi belakang lehernya yang ditumbuhi rambut halus.
“Ahh, i.. iya. Agnes udah lama suka ama Kakak. Tapinya nggak enak sama Kak Dian”, jawabnya sambil memejamkan mata.
Tampaknya Agnes menikmati ciumanku di lehernya. Setelah puas menciumi leher Agnes, aku beralih ke Elsa.
“Kalo Elsa gimana? Suka nggak ama Kakak?” Elsa mengangguk sambil kepalanya masih tertunduk.
“Ya udah. Kalo gitu tunggu apa lagi”, kataku sambil menggandeng keduanya ke arah tempat tidur.
Elsa duduk di pinggiran tempat tidur sambil kusuruh untuk mengulum
penisku. Pertamanya sih dia nggak mau, tapi setelah kurayu sambil kuraba
payudaranya yang besar itu, Elsa mau juga. Bahkan setelah beberapa kali
memasukkan penisku ke dalam mulutnya, Elsa tampaknya sangat menikmati
tugasnya itu.
Sementara Elsa sedang memainkan penisku, aku mulai merayu Agnes.
“Agnes, bajunya Kakak buka ya?” pintaku sedikit memaksa sambil mulai membuka kancing baju sekolahnya.
Lalu kulanjutkan dengan membuka roknya. Ketika roknya jatuh ke lantai,
terlihat CD-nya sudah mulai basah. Segera saja kulumat bibirnya dengan
bibirku. Lidahku bergerak-gerak menjilati lidahnya. Agnes pun kemudian
melakukan hal yang sama. Sambil tetap menciumi bibirnya, tanganku
bermaksud membuka BH-nya. Tapi segera ditepiskannya tanganku.
“Jangan Kak, malu. Dada Agnes kan kecil”, katanya sambil menutupi dadanya dengan tangannya.
Dengan tersenyum kuajak dia menuju ke kaca yang ada di meja rias. Kusuruh dia berkaca. Sementara aku ada di belakangnya.
“Dibuka dulu ya!” kataku membuka kancing BH-nya sambil menciumi lehernya.
Setelah BH-nya kujatuhkan ke lantai, payudaranya kuremas perlahan
sambil memainkan putingnya yang berwarna coklat muda dan sudah mengeras
itu.
“Nah, kamu lihat sendiri kan. Biar dada kamu kecil, tapi kan
bentuknya bagus. Lagian kamu kan emang masih kecil, wajar aja kalo dada
kamu kecil. Nanti kalo udah gede, dada kamu pasti ikutan gede juga”,
kataku sambil mengusapkan penisku ke belahan pantatnya.
Agnes
mendesah keenakan. Kepalanya bersandar ke dadaku. Tangannya terkulai
lemas. Hanya nafasnya saja yang kudengar makin memburu. Segera kugendong
dia menuju ke tempat tidur. Kutidurkan dan kupelorotkan CD-nya. Bulu
kemaluannya masih sangat jarang. Menyerupai bulu halus yang tumbuh di
tangannya. Kulebarkan kakinya agar mudah menuju ke vaginanya. Kucium
dengan lembut sambil sesekali kujilat klitorisnya. Sementara Elsa
kusuruh untuk meremas-remas payudaranya adiknya itu.
“Aahh… ach… ge… geli Kak. Tapi nikmat sekali, aahh terus Kak. Jangan berhenti. Mmh… aahh… ahh.”
Setelah
puas dengan vagina Agnes. Aku menarik Elsa menjauh sedikit dari tempat
tidur. Dian kusuruh meneruskan. Lalu dengan gaya 69, Dian menyuruh Agnes
menjilati vaginanya. Sementara itu, aku mulai mencumbu Elsa. Kubuka
kaos ketatnya dengan terburu-buru. Lalu segera kubuka BH-nya. Sehingga
payudaranya yang besar bergoyang-goyang di depan mukaku.
“Wow, tete
kamu bagus banget. Apalagi putingnya, merah banget kayak permen”, godaku
sambil meremas-remas payudaranya dan mengulum putingnya yang besar.
Sedangkan Elsa hanya tersenyum malu.
“Ahh, ah Kakak, bisa aja”, katanya sambil tangan kirinya mengelus kepalaku dan tangan kanannya berusaha manjangkau penisku.
Melihat dia kesulitan, segera kudekatkan penisku dan kutekan-tekankan
ke vaginanya. Sambil mendesah keenakan, tangannya mengocok penisku.
Karena kurasakan air maniku hampir saja muncrat, segera kuhentikan
kocokannya yang benar-benar nikmat itu. Harus kuakui, kocokannya lebih
nikmat daripada Dian.
Setelah menenangkan diri agar air maniku
tidak keluar dulu, aku mulai melorotkan CD-nya yang sudah basah kuyup.
Begitu terbuka, terlihat bulu kemaluannya lebat sekali, walaupun tidak
selebat Dian, sehingga membuatku sedikit kesulitan melihat vaginanya.
Setelah kusibakkan, baru terlihat vaginanya yang berair. Kusuruh Elsa
mengangkang lebih lebar lagi agar memudahkanku menjilat vaginanya.
Kujilat dan kuciumi vaginanya. Kepalaku dijepit oleh kedua pahanya yang
putih mulus dan padat. Nyaman sekali pikirku.
“aahh, Kak… Elsa mau pipiss…” erangnya sambil meremas pundakku.
“Keluarin aja. Jangan ditahan”, kataku.
Baru selesai ngomong, dari vaginanya terpancar air yang lumayan banyak.
Bahkan penisku sempat terguyur oleh pipisnya. Wah nikmat sekali jeritku
dalam hati. Hangat. Setelah selesai, kuajak Elsa kembali ke tempat
tidur.
Kulihat Dian dan Agnes sedang asyik berciuman sambil tangan
keduanya memainkan vaginanya masing-masing. Sementara di sprei terlihat
ada banyak cairan. Rupanya keduanya sudah sempat ejakulasi. Karena Dian
adalah pacarku, maka ia yang dapat kesempatan pertama untuk merasakan
penisku. Kusuruh Dian nungging.
“Sayang, Dian udah lama nunggu saat-saat ini”, katanya sambil mengambil posisi nungging.
Setelah sebelumnya sempat mencium bibirku dan kemudian mengecup penisku
dengan mesra. Tanpa berlama-lama lagi, kuarahkan penisku ke vaginanya
yang sedikit membuka. Lalu mulai kumasukkan sedikit demi sedikit.
Vaginanya masih sangat sempit. Tapi tetap kupaksakan. Dengan hentakan,
kutekan penisku agar lebih masuk ke dalam.
“Aachk! Sayang, sa… sakit! aahhck… ahhck…” Dian mengerang tetapi aku tak peduli.
Penisku
terus kuhunjamkan. Sehingga akhirnya penisku seluruhnya masuk ke dalam
vaginanya. Kuistirahatkan penisku sebentar. Kurasakan vaginanya
berdenyut-denyut. Membuatku ingin beraksi lagi. Kumulai lagi kocokan
penisku di dalam vaginanya yang basah sehingga memudahkan penisku untuk
bergerak. Kutarik penisku dengan perlahan-lahan membuatnya menggeliat
dalam kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Makin
kupercepat kocokanku. Tiba-tiba tubuh Dian menggeliat dengan liar dan
mengerang dengan keras. Kemudian tubuhnya kembali melemas dengan nafas
yang memburu. Kurasakan penisku bagai disemprot oleh air hangat. Rupanya
Dian sudah ejakulasi.
Kucabut penisku dari vaginanya. Terlihat ada cairan yang menetes dari vaginanya.
“Kok ada darahnya sayang?” tanya Dian terkejut ketika melihat ke vaginanya.
“Kan baru pertama kali”, balas Dian mesra.
“Udah, nggak apa-apa. Yang penting nikmat kan sayang?” kataku menenangkannya sambil mengeluskan penisku ke mulut Elsa.
Dian cuma tersenyum dan setelah kucium bibirnya, aku pindah ke Elsa.
Sambil mengambil posisi mengangkang di atasnya, kudekatkan penisku ke
mulutnya. Kusuruh mengulum sebentar. Lalu kuletakkan penisku di antara
belahan payudaranya. Kemudian kudekatkan kedua payudaranya sehingga
menjepit penisku. Begitu penisku terjepit oleh payudaranya, kurasakan
kehangatan.
“Ooh… Elsa, hangat sekali. Seperti vagina”, kataku sambil memaju-mundurkan pinggulku.
Elsa
tertawa kegelian. Tapi sebentar kemudian yang terdengar dari mulutnya
hanyalah desahan kenikmatan. Setelah beberapa saat mengocok penisku
dengan payudaranya, kutarik penisku dan kuarahkan ke mulut bawahnya.
“Dimasukin sekarang ya?” kataku sambil mengusapkan penisku ke bibir kewanitaannya.
Kusuruh Elsa lebih mengangkang. Kupegang penisku dan kemudian
kumasukkan ke dalam kewanitaannya. Dibanding Dian, vagina Elsa lebih
mudah dimasuki karena lebih lebar. Kedua jarinya membuka kewanitaannya
agar lebih gampang dimasuki. Sama seperti kakaknya, Elsa sempat
mengerang kesakitan. Tapi tampaknya tidak begitu dipedulikannnya.
Kenikmatan hubungan seks yang belum pernah dia rasakan mengalahkan
perasaan apapun yang dia rasakan saat itu.
Kupercepat kocokanku.
“Aahh… aahh… aacchk… Kak terus Kak… ahh… ahh… mmh… aahh… Elsa udah mau ke… keluar.”
Mendengar itu, semakin dalam kutanamkan penisku dan semakin kupercepat kocokanku.
“Aahh… Kak… Elsa keluar! mmh… aahh… ahh…” Segera kucabut penisku.
Dan kemudian dari bibir kemaluannya mengalir cairan yang sangat banyak.
“Elsa, nikmat khan?” tanyaku sambil menyuruh Agnes mendekat.
“Enak sekali Kak. Elsa belum pernah ngerasain yang kayak gitu. Boleh
kan Elsa ngerasain lagi?” tanyanya dengan mata yang sayu dan senyum yang
tersungging di bibirnya.
Aku mengangguk. Dengan gerakan lamban, Elsa pindah mendekati Dian. Yang kemudian disambut dengan ciuman mesra oleh Dian.
“Nah, sekarang giliran kamu”, kataku sambil merangkul pundak Agnes.
Kemudian,
untuk merangsangnya kembali, kurendahkan tubuhku dan kumainkan
payudaranya. Bisa kudengar jantungnya berdegup dengan keras.
“Agnes jangan tegang ya. Rileks aja”, bujukku sambil membelai-belai vaginanya yang mulai basah.
Agnes cuma mengangguk lemah. Kubaringkan tubuhku. Kubimbing Agnes agar
duduk di atasku. Setelah itu kuminta mendekatkan vaginanya ke mulutku.
Setelah dekat, segera kucium dan kujilati dengan penuh nafsu. Kusuruh
tangannya mengocok penisku.
Beberapa saat kemudian,
“Kak… aahh… ada yang… mau… keluar dari memiaw Agnes… aahh… ahh”, erangnya sambil menggeliat-geliat.
“Jangan ditahan Agnes. Keluarin aja”, kataku sambil meringis kesakitan.
Soalnya tangannya meremas penisku keras sekali. Baru saja aku selesai ngomong, vaginanya mengalir cairan hangat.
“Aahh… aachk… nikmat sekali Kak… nikmat…” jerit Agnes dengan tangan meremas-remas payudaranya sendiri.
Setelah kujilati vaginanya, kusuruh dia jongkok di atas penisku. Begitu
jongkok, kuangkat pinggulku sehingga kepala penisku menempel dengan
bibir vaginanya. Kubuka vaginanya dengan jari-jariku, dan kusuruh dia
turun sedikit-sedikit. Vaginanya sempit sekali. Maklum, masih anak-anak.
Penisku mulai masuk sedikit-sedikit. Agnes mengerang menahan sakit.
Kulihat darah mengalir sedikit dari vaginanya. Rupanya selaput daranya
sudah berhasil kutembus.
Setelah setengah dari penisku masuk,
kutekan pinggulnya dengan keras sehingga akhirnya penisku masuk semua ke
vaginanya. Hentakan yang cukup keras tadi membuat Agnes menjerit
kesakitan. Untuk mengurangi rasa sakitnya, kuraba payudaranya dan
kuremas-remas dengan lembut. Setelah Agnes merasa nikmat, baru
kuteruskan mengocok vaginanya. Lama-kelamaan Agnes mulai menikmati
kocokanku. Kunaik-turunkan tubuhnya sehingga penisku makin dalam
menghunjam ke dalam vaginanya yang semakin basah. Kubimbing tubuhnya
agar naik turun.
“Aahh… aahh… aachk… Kak… Agnes… mau keluar… lagi”, katanya sambil terengah-engah.
Selesai berbicara, penisku kembali disiram dengan cairan hangat. Bahkan lebih hangat dari kedua kakaknya.
Begitu
selesai ejakulasi, Agnes terkulai lemas dan memelukku. Kuangkat
wajahnya, kubelai rambutnya dan kulumat bibirnya dengan mesra. Setelah
kududukkan Agnes di sebelahku, kupanggil kedua kakaknya agar mendekat.
Kemudian aku berdiri dan mendekatkan penisku ke muka mereka bertiga.
Kukocok penisku dengan tanganku. Aku sudah tidak tahan lagi. Mereka
secara bergantian mengulum penisku. Membantuku mengeluarkan air mani
yang sejak tadi kutahan. Makin lama semakin cepat. Dan akhirnya,
crooottt… croott… creet… creet! Air maniku memancar banyak sekali.
Membasahi wajah kakak beradik itu. Kukocok penisku lebih cepat lagi
agar keluar lebih banyak. Setelah air maniku tidak keluar lagi,
ketiganya tanpa disuruh menjilati air mani yang masih menetes. Lalu
kemudian menjilati wajah mereka sendiri bergantian.
Setelah
selesai, kubaringkan diriku, dan ketiganya kemudian merangkulku. Agnes
di kananku, Elsa di samping kiriku, sedangkan Dian tiduran di tubuhku
sambil mencium bibirku. Kami berempat akhirnya tertidur kecapaian.
Apalagi aku, sepanjang pengalamanku berhubungan seks, belum pernah aku
merasakan yang senikmat ini. Dengan tiga orang gadis, adik kakak, masih
perawan pula semuanya. That was the best day of my live.
Tamat